TARAKAN, cokoliat.com – Sejumlah mahasiswa menggelar aksi diam di depan kantor PT. Kayan Putra Utama Coal (KPUC) di Jalan Yos Sudarso, Tarakan, Senin (15/8/2022). Aksi dilakukan dengan menutup mulut menggunakan lakban sambil membentangkan bukti pencemaran lingkungan di Malinau, Minggu (14/8/2022).
“Kami melakukan inisiasi depan kantor DPRD Kaltara bersama masyarakat dari Malinau Selatan, di Bulungan beberapa waktu lalu. Tapi, capaian aksi sebelumnya tidak ada. Jadi, kami menggelar aksi lagi disini,” kata Ketua LMND Kaltara, Muhammad Azwan.
Aksi LMND ini juga terkait dengan adanya sejumlah pencemaran lingkungan yang dilakukan sejumlah perusahaan tambang di Malinau.
“Harapan kami itu Gubernur Kaltara dan Bupati Malinau bisa hadir di DPRD Kaltara. Tapi, nyatanya tidak ada. Sudah disurati secara resmi DPRD Kaltara,” tuturnya.
Pencemaran sungai diduga berasal dari PT.KPUC di Malinau jebol sekira pukul 05.00 Wita. Kejadian ini menyebabkan Sungai Malinau berubah warna menjadi keruh kecokelatan dan sebagian besar kebun masyarakat terendam oleh air limbah ini.
Derasnya arus dari buangan limbah tambang batu bara juga meyebabkan jalan antar desa Langap dan desa Loreh terputus. Pencemaran sungai Malinau oleh aktivitas tambang di kawasan hulu dan DAS Malinau ini diperkirakan sudah terjadi sejak 2010 kemudian di tahun 2011, 2017, 7 Februari 2022 terakhir 14 Agustus 2022.
“Kami melakukan aksi sebagai bentuk adanya gambaran dari pemerintah saat ini. Mereka (pemerintah) diam-diam saja, bungkam tidak mau bersuara dan berkomentar terkait pencemaran yang terjadi di Malinau,” ungkapnya.
Persoalan pencemaran juga sebenarnya tidak hanya terjadi di Malinau, melainkan sungainya mengalir juga hingga ke Tana Tidung dan ke laut. Meluasnya pencemaran, seharusnya sudah menjadi permasalahan Pemprov Kaltara.
Pemerintah, menurutnya harus objektif melihat pencemaran yang terjadi. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Malinau juga dituntut untuk tidak membela perusahaan dan malah seperti menjadi juri bicara perusahaan.
“Padahal, yang paling dikhawatirkan tambak-tambak masyararakat di hilir Malinau itu bisa terdampak juga. Air kemarin di Malinau sudah dipadamkan PDAM sementara,” katanya.
Dari sejumlah aksi yang dilakukan, pihaknya menunggu adanya tindak lanjut dari Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menanggapi pencemaran sungai di Malinau.
“Tanggul itu jebol karena perusahaan yang membangun asal-asalan. Harusnya ada standar operasional pengolahan limbah, tetapi ternyata tanggul hanya di sering dengan tanah,” tandasnya. (ck10)