TANJUNG SELOR – Progres rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Sungai Kayan di Kecamatan Peso, Kabupaten Bulungan, mendapat kabar menggembirakan. Disampaikan oleh Direktur Operasional PT Kayan Hydro Energi (KHE), Khaerony, rekomendasi Komisi Keamanan Bendungan (KKB) telah berada di meja Menteri Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR).
Rony—sapaan akrabnya mengungkapkan, jika izin konstruksi sudah ditandatangani oleh Menteri PUPR, perusahaan tersebut akan segera memulai pembangunan konstruksi bendungan untuk PLTA yang berpotensi menghasilkan daya 9000 megawatt (MW) itu.
“Kita berdoa saja, supaya segera ditandatangani dan izinnya segera terbit. Saat ini rekomendasi dari Dewan Keamanan Bendungan sudah ada di meja Menteri PUPR. Dengan adanya rekomendasi dari Komisi Keamanan Bendungan, berarti bendungan yang akan dibandung aman, dari segi teknis. Karena telah melalui kajian mendalam yang dilakukan oleh para ahli yang tergabung di KKB, ”tutur Khaerony pada talkshow Respons Kaltara secara virtual, Rabu (22/7).
Rony memaparkan, sudah ada beberapa tahapan yang dikerjakan selama ini seperti pengurusan izin, pembebasan lahan di lokasi, dan pinjam pakai kawasan hutan termasuk selama dua tahun ini.
“Kami sudah penuhi kewajiban tatabatas, inventarisir tegakan, penetapan lokasi rehab DAS dan melakukan penanaman tanaman di daerah rehabilitasi DAS (Daerah Aliran Sungai) tersebut. Kewajiban tersebut sudah terpenuhi dan sudah dilakukan audit oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Bahkan selama ini kami juga diwajibkan membayar PNBP kawasan hutan dan itu pun sudah terpenuhi dan juga sudah di lakukan audit dari Kementerian. Studi teknis dan kelayakan pun sudah di kerjakan,” paparnya.
Menurutnya, ini cukup memakan waktu cukup lama karena untuk menentukan titik bendungan perlu kajian yang sangat lama. Terutama mengenai kekuatan pondasi bendungan, tinggi bendungan. Seluruh tahapan tersebut sudah selesai dikaji secara detail, termasuk pekerjaan infrastruktur agar alat-alat berat bisa masuk kelokasi sebelum pembangunan bendungan dan pembuatan jalan.
“Kami juga memikirkan, untuk membuat kawasan industri di Tanah Kuning. Kawasan industri ini menjadi kawasan industri yang strategis karena dilalui jalur alur layar kapal internasional (ALKI2). Di kawasan industri ini, akan memproduksi bahan dasar sampai bahan jadi, seperti smelter aluminium, baja, dan nikel,” katanya.
Setelah itu ada juga pemprosesan baja menjadi bahan konstruksi. Ia menyampaikan, pengerjaan izin, pembebasan lahan di lokasi sudah berjalan sesuai rancangan. Apabila tidak ada hambatan, Khaerony menuturkan, proyek ini membutuhkan waktu sekitar sembilan sampai sepuluh tahun.
Dalam acara yang sama, Kepala Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Kaltara Ferdy Manurun Tanduklangi mengatakan, berdasarkan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 43 Tahun 2018 tentang Rencana Umum Ketenagalistrikan Daerah (RUKD) Provinsi Kaltara 2018-2037, proyeksi kebutuhan energi listrik Kaltara hingga tahun 2037 sebesar 10.503,01 MW. Artinya, potensi sumber daya yang ada di Kaltara untuk kebutuhan tenaga listri cukup besar.
“Artinya, dengan terbangunnya PLTA dapat mendorong perekonomian daerah. Salah satunya adalah Kawasan Industri Pelabuhan Internasional (KIPI),” kata Ferdy. Nilai investasinya cukup fantastis, perkiraan kebutuhan investasi untuk kebutuhan pembangkit listrik sebesar USD 17.968.500.000 dengan asumsi rata-rata investasi USD 1,5 juta per 1 MW.
Proyek PLTA sungai Kayan ini akan dibangun lima bendungan. Bendungan pertama menghasilkan 900 Megawatt, bendungan kedua 1.200 Megawatt, bendungan ketiga dan keempat masing masing 1.800 Megawatt, serta bendungan ke lima sekitar 3.300 Megawatt.
“Bendungan besar di Asia saat ini terletak di Serawak, tapi nantinya PLTA Kayan ini akan mejadi terbesar di Asia. Perijinan PLTA panjang. Insyaallah akan segera terbit izin konstruksi bendungan oleh Kementerian PUPR. Ini saja prosesnya bisa dua tahun. Dewan Komisi Keamanan Bendungan, terdiri pada ahli dan pakar bendungan di Indonesia. Merekalah yang mengkaji terlebih dahulu. Selain itu juga memikirkan tentang keamanan dan keselamatan bendungan tersebut, selain itu juga kelengkapan AMDAL dan sebagainya,”jelasnya.
Dikatakannya, pembangunan PLTA memang tahapannya panjang, tidak seperti pembangunan PLTU yang hanya membutuhkan waktu sekitar dua tahun sampai tiga tahun. Hal ini karena risiko keamanan dan keselamatan pembangunan PLTA lebih besar, sehingga perlu kehati-hatian.
“Artinya, membangun PLTA tidak bisa instan,perlu kematangan dan perijinan panjang. Tidak mudah. Kalau cepat bisa berisiko, semisal bendungan roboh karena tidak mampu menahan air, itu bisa menimbulkan bencana,” tuntasnya.(humas)