Gandeng UBT, Polda Gelar Dialog Cegah Radikalisme di Dunia Pendidikan

Mengantisipasi masuknya radikalisme masuk ke dunia pendidikan, Polda Kaltara menggandeng BEM UBT menggelar dialog bersama pelajar dan mahasiswa.

TARAKAN, cokoliat.com – Pemahaman bahaya radikalisme, harus disampaikan sejak dini kepada pelajar hingga mahasiswa. Polda Kaltara menggandeng Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Borneo Tarakan, menggelar dialog tentang antisipasi masuknya paham radikalisme di dunia pendidikan, Jumat (14/8).

Plt. Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Provinsi Kaltara, Firmannur menuturkan, melalui dialog ini bisa menjadi cara dan konsep baru memberikan paham bahaya radikalisme.

“Lebih kekinian dan milenial. Jadi, sama dengan konteks anak-anak sekarang,” ujarnya, saat dikonfirmasi usai menjadi narasumber dalam dialog yang menghadirkan pululuhan pelajar dan mahasiswa di Tarakan.

Menurutnya, memberikan pemahaman radikalisme bisa juga menggunakan musik dan panggung pantun, di dalam atau diluar ruangan. Di sekolah pun, ia nilai bisa tidak luput dari penyusup yang memasukkan paham radikalisme.

Peran sekolah, guru dan tenaga pendidikan harus aktif. Namun, dalam membangun toleransi di dunia pendidikan, harus menggunakan suasana yang nyaman dan proses yang menyenangkan.

“Agar para anak-anak muda ini bisa memahami bahaya radikalisme dengan baik. Sebenarnya, pemahaman bahaya radikalisme juga tidak hanya dalam pelajaran Agama, tetapi dalam pelajaran lain juga bisa dilakukan sebagai pendidikan karakter,” imbuhnya.

Sementara, Kepala Kemenag Kaltara, Suriyansyah mengungkapkan, Lembaga pendidikan, harus menerangkan sikap yang toleran dan mengantisipasi masuknya paham radikalisme di dunia pendidikan.

Dasar pokok agama, menurutnya sudah jelas bahwa semua agama dibangun dengan konsep kasih sayang dan kesetaraan serta saling mengasihi. Dalam konsep pengamalan dan teknis, bisa jadi orang berbeda karena reverensi berbeda.

Ia pun meminta agar pemerintah maupun peran dari sekolah sendiri, untuk memperhatikan buku agama di sekolah dan di madrasah. Termasuk muatan kurikulum, harus diteliti dan di evaluasi.

“Guru kita maupun ustadz yang mengarah ke paham radikalisme harus kita dekati untuk dirangkul kembali dalam toleransi. Ini tantangan kedepan nantinya, kita tidak tahu sudah sampai dimana, bisa saja sudah di dunia pendidikan,” tuturnya.

Kepala Dinas Pendidikan Tarakan, Tajuddin Tuwo juga menambahkan Masyarakat harus paham dulu apa yang menyebabkan radikalisme ini. Fanatik juga bisa jadi ciri radikalisme, kemudian radikalisme merupakan awal lahirnya terorisme. Artinya, jika sudah ada intoleransi berarti tidak menghargai pendapat orang lain.

“Jangan terlalu fanatik dengan paham yang kita anut. Anak-anak juga jangan dibesarkan dengan kekerasan. Karena, bisa membentuk jiwa yang pemberontak. Terlebih lagi, anak-anak yang tidak diberikan penghargaan atau sanjungan saat melakukan hal yang baik, nanti kedepannya ia tidak bisa menghargai orang lain,” tandasnya. (ck11)

Tinggalkan Balasan