banner 500x500

Bawaslu Kaltara Rekomendasikan Dugaan Ijazah Palsu Anggota DPRD Tarakan ke Polda

Komisioner Bawaslu Kaltara, Fadliansyah

TANJUNG SELOR, Cokoliat.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kalimantan Utara (Kaltara) telah melimpahkan berkas rekomendasi terkait dugaan pelanggaran non-pemilu yang dilaporkan oleh LBH Hantam dengan terlapor SS ke Polda Kaltara.

SS, yang dilaporkan menggunakan ijazah palsu sebagai syarat administrasi sebelum pencalonan, merupakan salah satu Anggota DPRD Tarakan dari Dapil 4 Tarakan Utara yang baru saja dilantik pada Jumat (23/8/2024) lalu.

Komisioner Bawaslu Kaltara Divisi Penanganan Pelanggaran dan Data Informasi, Fadliansyah, menjelaskan bahwa pihaknya merekomendasikan kasus ini ke Polda Kaltara karena mengandung dugaan pelanggaran peraturan perundang-undangan yang berada di luar kewenangan Bawaslu.

“Kami merekomendasikan ke Polda karena terdapat dugaan pelanggaran peraturan perundang-undangan lainnya, atau di luar UU Pemilu. Jadi, penanganannya di luar kewenangan Bawaslu,” kata Fadliansyah pada Sabtu (24/8/2024).

Sebelumnya, penyidikan atas laporan dugaan penggunaan ijazah palsu ini telah dihentikan oleh Bawaslu Kaltara karena tidak termasuk dalam tindak pidana pemilu.

Kemudian, diterbitkan Surat Rekomendasi dengan Nomor 001/rekom-DPPL/LP/PL/PROV/24.00/VIII/2024 yang disampaikan kepada Polda Kaltara pada Rabu (21/8/2024).

Dalam kesimpulannya, berdasarkan Pasal 49 ayat 1 Peraturan Bawaslu Nomor 7 Tahun 2022, Bawaslu Kaltara merekomendasikan terlapor (SS) ke Polda Kaltara.

Berdasarkan hasil pleno dari sentra Gakkumdu Kaltara, yang terdiri dari Bawaslu Kaltara, Polda Kaltara, dan Kejati Kaltim pada Jumat (16/8/2024), disepakati bahwa kasus tersebut tidak dapat dilanjutkan ke tahap penyidikan oleh kepolisian karena terdapat beberapa bukti yang belum terpenuhi.

Hasil pleno tersebut menyimpulkan bahwa kasus dugaan pelanggaran pidana pemilu yang dilaporkan tidak dapat dinaikkan ke tahap penyidikan oleh kepolisian karena kekurangan beberapa alat bukti.

“Minimal dibutuhkan dua alat bukti untuk bisa naik ke tahap penyelidikan. Secara formil, dugaan ijazah palsu ini kurang kuat,” jelas Fadliansyah.

Namun, dari hasil pemeriksaan ditemukan adanya indikasi ketidakobjektifan dan ketidakakuntabelan dalam proses pendaftaran, terutama dalam program pendidikan kesetaraan paket A, B, dan C.

Fadliansyah juga menjelaskan bahwa dalam proses standar kelulusan paket B, terdapat persyaratan untuk melampirkan rapor. Namun, berdasarkan hasil pemeriksaan Bawaslu, baik dari Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) maupun terlapor, tidak ada rapor yang dilampirkan.

Berdasarkan hal tersebut, Bawaslu Kaltara kemudian merekomendasikan dugaan pelanggaran pidana ini sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, serta Peraturan Kemendikbudristek Nomor 97 Tahun 2013 tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik dari Satuan Pendidikan dan Penyelenggaraan Ujian Sekolah/Madrasah/Pendidikan Kesetaraan dan Ujian Nasional.

Fadliansyah menegaskan kembali bahwa rekomendasi tersebut masih bersifat dugaan. Sesuai dengan petunjuk teknis, meskipun bersifat dugaan, Bawaslu dapat merekomendasikan kasus ini kepada instansi yang berwenang untuk ditindaklanjuti.

“Apalagi terlapor mengakui telah menempuh pendidikan formal hingga kelas lima semester genap. Namun, kita tidak mendapatkan bukti berupa rapor dari terlapor ini,” tandasnya.

Jika terbukti melanggar regulasi, sesuai dengan aturan yang berlaku, pelaku bisa dikenai sanksi pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp500 juta, sesuai dengan Pasal 69 pada peraturan tersebut.

Selain itu, Anggota DPRD yang menjadi terlapor juga terancam mengalami Pergantian Antar Waktu (PAW) jika putusan tersebut telah berkekuatan hukum tetap atau incracht.

“Sanksinya, jika memang terbukti hingga putusan incracht, ya bisa sampai PAW. Tapi kita tunggu hasil proses di kepolisian saja dulu, seperti apa nanti hasilnya,” tutupnya. (rn)