Hukrim  

Bawaslu Kaltara Registrasi Dugaan Ijazah Palsu Caleg Dapil 4 Tarakan Barat

Tamrin Toha

TARAKAN, Cokoliat.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kalimantan Utara (Kaltara) secara resmi mendaftarkan laporan dugaan ijazah palsu dari salah satu Calon Legislatif (Caleg) Dapil 4 Tarakan Barat berinisial SS sejak Senin (29/7/2024). Laporan ini akan ditindaklanjuti sebagai dugaan pelanggaran pemilu.

Ketua LBH-HANTAM, Alif Putra Pratama, melaporkan kepada Bawaslu Kaltara bahwa ijazah yang diduga palsu tersebut adalah ijazah Paket C yang diterbitkan pada tahun 2017. Sementara itu, SS terdaftar sebagai peserta didik Paket C pada tahun 2016.

Berdasarkan Permendikbud Nomor 21 Tahun 2011, Pasal 1 Angka 3 menyebutkan bahwa Pendidikan Paket C merupakan program pendidikan nonformal dengan masa tempuh tiga tahun. “Oleh karena itu, kami menduga ijazah Paket C yang digunakan SS itu palsu, karena tidak memenuhi prosedur yang berlaku,” ungkap Alif.

Menanggapi isu ini, Kepala Dinas Pendidikan Kota Tarakan, Tamrin Toha, menjelaskan bahwa Pendidikan Kesetaraan untuk Paket C, seperti halnya Paket A dan Paket B, memiliki periode pembelajaran yang setara dengan pendidikan formal, yaitu SD, SMP, dan SMA.

“Misalnya, jika ada anak yang putus sekolah di kelas 1 SMA dan ingin melanjutkan ke pendidikan nonformal, mereka dapat mendaftar ke program Paket C dengan menunjukkan rapor dari saat mereka masih di kelas 1 SMA. Mereka tidak bisa langsung ujian; mereka harus menyelesaikan masa belajar selama dua tahun lagi,” ujarnya pada Selasa (30/7/2024).

Masa pembelajaran untuk program nonformal ini telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud). Dengan demikian, pelaksanaan pembelajaran nonformal dan formal disamakan.

“Pendidikan nonformal atau pendidikan kesetaraan setara dengan yang formal dan memiliki data pokok pendidikan (Dapodik). Saat ini, semua orang dapat mengakses data pendaftar, termasuk kapan mereka masuk sekolah dan kapan lulus dari pendidikan kesetaraan,” tuturnya.

Rekam jejak pendidikan selama menjalani program Paket C dapat dilihat melalui data Dapodik dengan mengunjungi situs dapo.kemdikbud.go.id. Penelusuran dilakukan dengan memasukkan nama sekolah, Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN), nama siswa, dan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

“Dengan cara itu, kita bisa melihat di data Dapodik apakah seseorang pernah bersekolah, dan semua informasi tersebut tersedia dalam sistem. Mencari nama di Dapodik sangat mungkin dilakukan dengan nama dan NIK,” jelasnya.

Menyangkut laporan dugaan ijazah Paket C yang dipermasalahkan di Bawaslu Kaltara, Tamrin mengakui bahwa pendidikan kesetaraan memang sudah menjadi paradigma masyarakat. Sering kali, ijazah Paket C dianggap tidak setara dengan ijazah formal.

Namun, ia memastikan bahwa saat ini, program kesetaraan Paket C telah disempurnakan dengan adanya transparansi data di Dapodik.

“Jika ada yang mempertanyakan, tinggal kita lihat datanya. Saya akui, di tengah masyarakat, masih ada stigma meragukan pendidikan kesetaraan. Hal ini terjadi karena sistem pembelajaran yang fleksibel tidak sama dengan pendidikan formal. Dalam pendidikan kesetaraan, peserta didik dapat memilih waktu belajar, baik pagi, siang, atau malam, dan tidak harus berada dalam satu kelas yang sama seperti di pendidikan formal,” ujarnya.

Tamrin juga menambahkan bahwa dalam pendidikan formal, satu kelas harus terdiri dari 36 siswa, sementara dalam pendidikan kesetaraan, hanya diperlukan tiga siswa untuk memulai proses pembelajaran. Pendidikan kesetaraan tidak memiliki syarat minimal rombongan belajar, sehingga bersifat fleksibel.

Mengenai kasus ijazah SS, Tamrin menekankan pentingnya untuk melihat bukti yang disertakan. Apabila setelah terdaftar sebagai peserta dalam kurun waktu satu tahun ijazah sudah terbit, harus dipastikan juga apakah SS pernah menempuh pendidikan formal sebelumnya.

“Jika ada legalisir ijazah, kami juga akan memeriksa bukti-bukti tersebut. Misalnya, apakah SS pernah duduk di bangku kelas 3 SMA atau tidak. Jika iya, ia dapat melanjutkan sisa waktunya. Namun, jika ia masih duduk di kelas 1, maka ia harus mengikuti proses belajar di kelas 1 pendidikan kesetaraan. Tidak diperbolehkan bagi seseorang yang baru putus sekolah di kelas 1 SMA untuk langsung mendaftar Paket C di kelas 3 tanpa bukti pernah bersekolah,” imbuhnya.

Tamrin mengungkapkan bahwa saat ini terdapat 13 Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) dan satu Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) yang dikelola pemerintah dengan status negeri. PKBM yang dikelola masyarakat juga resmi terdaftar di Dinas Pendidikan.

“Pendirian PKBM harus mendapatkan izin dari Pemkot Tarakan melalui verifikasi Dinas Pendidikan. Jika ditemukan ada PKBM yang melakukan kegiatan nonformal tidak sesuai prosedur, kami akan memberikan sanksi karena menyalahi aturan,” tegasnya. (*/saf)