TARAKAN – Merasa belum dibayar atas apa yang telah dikerjakan, 4 kontraktor di Tarakan menggugat Pemkot Tarakan melalui sidang perdata di Pengadilan Negeri (PN) Tarakan. Hasilnya, gugatan tersebut dimenangkan para kontraktor, Rabu (8/7) usai menjalani serangkaian persidangan.
Guguatan yang dilayangkan para kontraktor ini, terkait proyek pengerjaan jalanan yang dikerjakan pada 2016 silam. Selain 4 gugatan itu, belum lama ini PN Tarakan juga memenangkan gugatan 3 kontraktor lainnya, yang kemudian Pemkot Tarakan mengajukan banding, pada Mei 2020 lalu.
“Total ada 7 perkara yang diputus Majelis Hakim, tadi 4 yang diputus dan belum lama ini ada juga 3 perkara yang sudah diputus Majelis Hakim,” terang Penasehat Hukum para kontraktor, Syafruddin.
Dengan dimenangkannya gugatan ini, Syafruddin menyebutkan, Pemkot Tarakan wajib membayar kepada kontraktor sesuai putusan Majelis Hakim, sebesar Rp14 miliar. Pembayaran ini, belum ditambah keuntungan diharapkan dengan dibayarkan dikali 6 persen selama 36 bulan ditambahkan bunga bank.
“Selain dari 7 perkara ini, sebenarnya masih ada 8 perkara lainnya dimana tergugatnya Pemkot Tarakan, terkait proyek dengan APBD Tarakan pada 2018 yang belum dibayar,” ujarnya.
Dari semua proyek yang dikerjakan para kontraktor ini, dijelaskan Syafruddin, dana yang digunakan unturk proses pengerjaan proyek milik pemerintah ini rata-rata dana pinjaman. Akibatnya, para kontraktor ini harus menanggung hutang kepada pihak bank, ditambah bunga yang terus berjalan.
“Untuk masalah ini, kita minta pemerintah kooperatif menyelesaikannya, dengan begitu pemerintah tidak dirugikan karena bunga bank yang terus berjalan,” pungkasnya.
Diakui Syafruddin, pihak kontraktor sebenarnya sudah melakukan mediasi dan penagihan, sebelum akhirnya perkara ini dibawa ke pengadilan. Bahkan, saat itu para kontraktor tersebut mempertanyakan dikarenakan ada yang sudah dibayar da nada yang belum.
“Memang, waktu dilakukan mediasi, Pemkot Tarakan berjani akan membayar, tapi kenyataan yang ada justru tidak selesai, hingga akhirnya ditempuh jalur hukum,” tegasnya.
Selama persidangan berjalan, Syafruddin menuturkan, terdapat fakta persidangan dimana dana yang telah diberikan Pemprov Kaltara, digunakan untuk pembangunan lain oleh Pemkot Tarakan. Sedangkan, laporan yang ada di Pemprov justru telah selesai dan dibayar 100 persen.
“Kenyataannya tidak dibayar, padahal anggaran dari bankeu tidak boleh digeser dan harus sesuai nomenklatur,” tuturnya.
Padahal, Syafruddin mengatakan, sesuai Perdan No. 5 Tahun 2015, anggaran dari bankeu berada pada Pemkot Taraka. Jika demikian, itu artinya ada penyalahgunaan wewenang dan hal ini tetntunya bisa masuk ranah pidana.
“Karena Pemkot melakukan banding yang artinya melawan, maka putusan ini akan diordinasikan lagi para kontraktor, agar bisa dibawa ke pidana,” tandasnya.
Untuk diketahui, dari sejumlah gugatan, sebagian merupakan anggaran dari Pemprov Kaltara terhadap 6 kontraktor di Tarakan, yakni PT. Intan Gemilang dengan dua proyek. Diantaranya, peningkatan Jl Pantai Amal Lama Rp4,6 miliar dan Jl Sei Berantas Rp3,7 miliar, dimana yang belum dibawayarkan Rp287 juta.
Kemudian, PT. Cahaya Baru Prima dengan proyek peningkatan Jl Sei Kapuas Rp11,1 miliar yang baru dibayar Rp9 miliar, PT. Mitra Cipta Kontruksi untuk proyek kegiatan peningkatan Jl Veteran Dwikora Rp2,8 miliar, CV. Nusantara proyek pembangunan kawasan industri menengah di Karang Harapan dengan anggaran Rp1,8 miliar dan CV. Tirta Agung proyek kegiatan Jalan Melati Rp1,3 miliar.
Selain itu, ada juga gugatan dari PT Mutiara Kaltara untuk peningkatan Jl Tanjung Pasir yang menggunaan anggaran Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pusat, dengan pagu anggaran Rp11 miliar tapi yang baru terbayarkan sekitar Rp9 miliar. (ck1)