Sport  

DPRD Gelar RDP Dengan Pemkab Malinau, Bahas Poin Tuntutan Seleksi Pegawai Non ASN

MALINAU, cokoliat.com – Anggota DPRD Kabupaten Malinau telah menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP), dengan jajaran Pemerintah Daerah Malinau. RDP ini membahas terkait aspirasi para peserta yang tidak lulus pada penerimaan hasil seleksi non ASN Pemkab Malinau.

Dalam rapat dengar pendapat tersebut dipimpin langsung oleh Ketua DPRD Malinau, Ping Ding, dan didampingi oleh seluruh anggota DPRD dari semua fraksi.

Sementara dari jajaran Pemerintah Daerah Malinau, dihadiri langsung oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Malinau, Ernes Silvanus dan Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Malinau, Marson R. Langub.

Diketahui, dari poin tuntutan yang disampaikan oleh para peserta dalam aksi demonstrasi di depan Kantor DPRD Malinau, Senin (14/6/2021) lalu, massa aksi menilai, Pemerintah Daerah dalam melaksanakan seleksi tidak secara profesional, transparan dan tidak berkeadilan.

Saat dikonfirmasi, Melalui forum RDP, ucap Ernes, setelah semua anggota Dewan menyampaikan pendapatnya terkait aspirasi tersebut, Sekda pun memberikan tanggapannya.

Ia menjelaskan, terkait poin-poin tuntutan massa aksi unjuk rasa, hal itu tidak dapat dipenuhi karna harus ada bukti dan alasan yang kuat.

“Seperti tuntutan untuk membatalkan hasil tes, semua itu harus berdasarkan data untuk membatalkannya, lalu bagian-bagian mana yang harus dibatalkan maupun apa sebabnya,” jelasnya.

“Kita juga harus berimbang, tidak bisa seenaknya kita batalkan hasil tes para peserta yang telah lulus, mereka juga ada hak untuk bertanya terkait hal itu. Jadi, sepanjang tidak ada data dan informasi yang membuktikan bahwa seleksi itu salah, maka tidak ada dasar bagi panitia seleksi untuk memenuhi tuntutan tersebut,” tambahnya.

Sementara itu, untuk tuntutan mengembalikan hak para honorer yang telah mengabdi lama di Pemkab Malinau, Sekda Ernes menegaskan bahwa seleksi yang dilakukan merupakan untuk jumlah formasi yang sudah ada.

“Artinya jika itu dilakukan maka jumlah orang yang mengisi formasi itu menjadi double. Hal itu akan dilakukan jika poin tuntutan pertama dipenuhi,” ujarnya.

Lalu, menyoal teknis seleksi yang menuntut harus menggunakan sistem berbasis komputer atau Computer Assisted Test (CAT), pihak panitia seleksi tidak dapat menggunakan sistem itu karna ranahnya atau kebijakannya milik Badan Kepegawaian Negara (BKN) dan Lembaga Administrasi Negara.

“Sistem itu memang diketahui untuk penerimaan para pegawai di Pemerintahan secara online, dan soal materi dari lembaga tersebut. Jika sistem itu diterapkan pada seleksi ini, panitia hanya dapat menyiapkan tempat dan menjaga jaringan agar stabil. Hanya itu, selebihnya itu ranahnya BKN dan LAN,” jelas Ernes.

Sekda menambahkan, bahwa penerimaan pegawai non ASN ini sangat berbeda dengan penerimaan Pegawai Pemerintahan dengan Perjanjian Kerja (PPPK/P3K).

“Ini bukan seleksi PPPK/P3K, jadi ini hanya seleksi pegawai non ASN yang formasinya sudah ada,” ucapnya.

Ia pun sedikit membeberkan prosedur seleksi yang digunakan oleh panitia, diantaranya seleksi administrasi, tertulis dan wawancara.

“Sebenarnya kita bisa kembangkan menjadi beberapa tahapan tes lagi, sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anggaran daerah. Namun, kita hanya gunakan 3 tahapan tersebut,” ucapnya.

Sistem penilaian tersebut dipakai sebagai petunjuk agar pelaksanaan tes dapat terlaksana dengan baik.

Terkait adanya pegawai yang tidak ikut tes saat seleksi berlangsung, tapi peserta itu tetap diluluskan, juga memunculkan pertanyaan dari massa aksi.

Sekda Ernes memberikan tanggapan, jika hal itu memang benar adanya, ia meminta untuk ditunjukan buktinya.

Ia juga mengakui bahwa para peserta yang ikut, tidak semuanya dapat hadir saat seleksi berlangsung.

“Pada saat itu, ada beberapa peserta yang ikut seleksi namun telah terkonfirmasi positif Covid-19. Panitia pun tetap memberikan ruang kesempatan untuk mereka, karna punya hak yang sama. Namun yang terpenting harus disertai dengan surat keterangan yang jelas,” ungkapnya. (ag)