Sport  

Sekolah di Sungai Tubu, Sulit Akses dan Perlu Asrama Siswa

Semangat anak-anak Desa Long Ranau, Long Nyau, Long Titi dan desa-desa lainnya di Kecamatan Sungai Tubu sangat membanggakan.  Untuk dapat mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, bersekolah di SMPN 1 Sungai Tubu, mereka gigih dan sabar. Jauh dari keluarga, tinggal di tempat seadanya bahkan mereka harus mandiri menghidupi sendiri selama bersekolah.

Program wajib belajar 16 tahun, yang dicanangkan pemerintah daerah 10 tahun lalu, telah mendorong anak-anak usia sekolah untuk melanjutkan pendidikan secara berkelanjutan. Sekolah lanjutan, SMP dan SMA dibuka di beberapa kecamatan. Pembukaan sekolah tersebut dilakukan untuk memudahkan anak usai sekolah melanjutkan pendidikan.

“Anak-anak ada yang bersekolah di sini dan ada yang di Malinau,” ungkap Dewi,  Kepala SMPN 1 Sungai Tubu, beberapa waktu lalu pada media ini.

Para siswa SMPN 1 Sungai Tubu dari Desa Long Ranau, Long Nyau dan Long Titi harus tinggal di tempat seadanya. Siswa yang tak memiliki keluarga harus hidup mandiri selama mereka berada di Desa Long Pada, ibu kota kecamatan tempat sekolah berada. Sepekan atau dua pekan sekali mereka pulang kampung untuk mengambil perbekalan terutama kebutuhan makan.

“Mes  (asrama) belum ada. Itu sangat diperlukan untuk anak-anak  dari desa yang jauh,” sambung Dewi.

Akses dari ketiga desa tersebut ke sekolah sangat memprihatinkan. Jauh dan masih sulit di tempuh bagi anak-anak. Untuk sampai ke sekolah anak-anak harus melakukan perjalanan darat, berjalan kaki selama 1 sampai dengan 2 hari.

Sebagian anak dari ketiga desa tersebut memilih bersekolah di ibu kota Malinau.

“Kenapa mereka sebagian sekolahnya di Malinau, ya karena sulitnya mes dan logistik.  Di kecamatan tentu tidak bisa memenuhi kenutuhan mereka saat ini. Kalau  di kota mungkin mereka lebih mudah. Dengan uang sedikit mereka bisa mengatur sendiri dalam memenuhi kebutuhan hidupnya,” ungkap Dewi.

Pemerintah Daerah melalui Sekretaris Daerah (Sekda) Ernes Silvanus mengungkapkan bahwa masalah pendidikan dasar dan menengah pertama menjadi kewenangan pemerintah daerah. Ernes Silvanus menegaskan beberapa solusi untuk mengatasa masalah pendidikan yang dihadapi di sana.

“Kalau kita melihat sulitnya transportasi dimana anak-anak juga ingin mendapatkan pendidikan satu satunya jalan kita membangun sekolah filial, yaitu sekolah dengan kelas yang dibuka di luar sekolah induk diperuntukan untuk siswa-siswi yang tidak tertampung di sekolah tersebut baik karena keterbatasan kursi (ruang kelas) atau jarak tempat tinggal siswa-siswi yang jauh,” papar Ernes menanyikapi kondisi tersebut.

Dengan demikian, imbuhnya, anak-anak tetap bersekolah di  desa masing-masing dengan fasilitas yang ada.

“Pak Bupati juga sudah meninjau beberapa lokasi untuk pembanguna sekolah. Kami juga berharap dukungan baik dari pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Malinau,” imbuh Ernes Silvanus.

(m bali)