Lapsus  

KE MANA BBM MURAH PERGI?

EDITORIAL

TAHUN ini Kabupaten Malinau masih mendapat jatah premium dan solar murah (subsidi). Jumlahnya cukup banyak,  premium 8.212 KL dan solar 2.276 KL.  Tahun sebelumnya, 2020 jatah premium sebanyak 7.965 KL dan solar sebanyak 2.107 KL.

Jatah BBM tersebut disalurkan oleh 3 APMS  di wilayah ibu kota dan 2 APMS di wilayah perbatasan (Sungai Boh dan Kayan Selatan). Tahun 2019 masyarakat Sungai Boh dan Kayan Selatan untuk pertama kali mendapatkan BBM dengan harga murah ketika Pertamina hadir lewat program Satu Harga. Premium seharga Rp6.450 dan solar Rp5.150.

Jika distribusi dari Pertamina Tarakan ke Malinau berjalan baik maka premium dan solar murah (subsidi) akan mengalir ke masyarakat. Seperti pada beberapa tahun lalu. Di ibu kota harga murah sekitar itu pernah berlaku. Masyarakat pernah membeli BBM dengan harga murah APMS. Atau dengan harga yang sedikit lebih mahal, yaitu di pangkalan setelah harga eceran terendah (HET) Pertamina dikenai penambahan biaya ongkos angkut. Penambahannya tak lebih dari Rp1.500 untuk pangkalan yang berada di daerah paling jauh dari ibu kota.

Dengan jatah sejumlah itu, rata-rata penyaluran BBM per bulan pada tahun ini  adalah 684 KL atau 684.000 liter premium dan 189 KL  atau 189.000 liter solar. Jatah tersebut memang tak akan menjamin ketersediaan premium secara berkelanjutan setiap hari di SPBU yang ada. Tapi jatah itu menjadi penawar dahaga masyarakat untuk mendapatkan BBM murah.

Masyarakat sebetulnya berharap APMS yang mendapat amanat sebagai penyalur BBM murah konsisten menyalurkannya pada masyarakat. Sepekan, dua pekan, atau sebulan sekali.  Seperti pada beberapa tahun lalu. Tapi belakangan ini harapan itu jauh panggang dari api. BBM murah entah ke mana. Apakah tak disalurkan lagi ke Malinau? Atau, disalurkan tetapi melalui pihak tertentu?

Di jalanan, BBM (premium) dengan harga Rp9.000-9.500 kerap terlihat banyak dijual, dalam botol atau jerigen. Itu jelas  bukan BBM industri karena harga jualnya lebih murah. Yang paling mungkin adalah BBM subsidi yang dijual dengan harga tanpa kendali. Beruntung masyarakat Malinau “baik-baik” sehingga tak banyak menyoal itu. Cukup dengan, yang penting ada.

Tapi, bukankah pemerintah mengeluarkan subsidi itu untuk sebesar-besarnya membantu masyarakat? Sebab, uang untuk subsidi itu adalah uang rakyat. Pada subsidi itu melekat hak masyarakat yang harus diselamatkan. Pada BBM murah, BBM yang disubsidi itu, ada hak masyarakat yang dijamin UU dan harus diselamatkan. Pertanyaannya, siapa yang mampu menyelamatkan hak masyarakat itu agar tersampaikan dengan baik?

Pemerintah daerah, legislatif dan instansi terkait mesti tergerak hati untuk menyelamatkan hak itu!