MALINAU, cokoliat.com –
Kerusakan infrastruktur dan rumah warga di wilayah Malinau Selatan yang dipicu akibat jebolnya dua tanggul milik perusahaan pertambangan PT. KPUC telah merendam permukiman dan diduga telah merusak ekosistem Sungai Malinau.
Alhasil, itu berdampak langsung bagi masyarakat yang bermukim di sepanjang aliran Sungai Malinau.
Kondisi air sungai yang keruh dan penuh lumpur tersebut setidaknya berdampak pada warga yang tersebar di 14 desa sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Malinau. Yakni, Desa Sengayan, Langap, Long Loreh, Gongsolok, Batu Kajang, Setarap, Setulang, dan Setaban. Lalu, DAS di wilayah Mentarang seperti Desa Lidung Keminci dan Pulau Sapi serta DAS Sesayap seperti Desa Tanjung Lapang, Kuala Lapang, Malinau Hulu, dan Malinau Kota.
Menindaklanjuti permasalahan tersebut, Bupati Malinau didampingi sejumlah pejabat, telah mendatangi dua lokasi jebolnya tanggul tuyak yang sebabkan banjir di Desa Langap, Selasa (16/8) kemarin. Bupati Wempi pun meminta pihak Perusahaan bertanggungjawab dan melakukan penanganan secara cepat.
Dalam keterangan resminya, Pemerintah Daerah Malinau saat menggelar konferensi pers secara Daring, Selasa (16/8/2022) malam, telah menjelaskan duduk perkara dua kejadian jebolnya tanggul batubara di Kecamatan Malinau Selatan.
Bupati Malinau, Wempi W Mawa membenarkan dua kejadian tersebut terjadi di dua lokasi yang berada pada dalam areal konsesi milik PT. KPUC.
Kejadian pertama pada Minggu (14/8) pagi terjadi di Kolam Tuyak Paya Seturan dan sehari berselang, Selasa (16/8) pagi permukiman warga Desa Langap disapu banjir dari luapan Kolam Penampung yang disebut sebagai Tuyak Hutan.
“Lokasinya masih sama. Kalau Pit Seturan, material yang ada di situ disedot melalui pompa ke Tuyak Hutan. Kejadian tanggal 14 di Seturan. Kemudian kejadian lagi, di Tuyak Hutan kita keluarkan sanksi paksaan,” ujar Bupati Wempi dalam keterangan persnya, Selasa (16/8/2022) malam.
Bupati menjelaskan, secara teknis pada kejadian pertama di Kolam Paya Seturan, Pemkab Malinau telah mengeluarkan sanksi paksaan berupa penghentian sementara pengoperasian perusahaan pertambangan PT. KPUC.
Sehari berselang, kejadian lebih besar terjadi di Desa Langap, yakni di Kolam Tuyak Hutan.
Sementara ini, Pemerintah Kabupaten Malinau kembali menerbitkan sanksi paksaan berupa larangan beroperasi kepada perusahaan. Fokus diarahkan pada mitigasi penanganan dan pendataan dampak kepada masyarakat.
“Termasuk ganti kerugian kepada pihak yang terdampak langsung. Saat ini Satgas Gabungan tengah menginventarisir akibat dan dampak atas kejadian terakhir di Tuyak Hutan Desa Langap,” katanya.
“Langkah utama saat ini adalah penanganan dari sumber jebolnya tanggul. Sehingga material yang ada di sana tidak mengalir. Selanjutnya penanganan di hilirnya, yang terdampak. Pemerintah sudah menurunkan tim gabungan, dan menghentikan sementara aktivitas perusahaan,” tambahnya.
Sanksi paksaan yang diterapkan kepada pihak perusahaan untuk kejadian di Langap adalah penghentian sementara aktivitas pertambangan oleh PT KPUC, penataan tanggul, pendataan dampak hingga pertanggungjawaban ganti kerugian langsung.
Terkait upaya selanjutnya, Pemkab Malinau masih menunggu hasil evaluasi bersama Satgas gabungan dan tim pemeriksa lintas instansi Provinsi Kaltara.
Sebelumnya, Bupati Wempi dan rombongan tengah berada di wilayah Malinau Selatan dalam agenda rangkaian kegiatan HUT Kemerdekaan RI yang ke- 77 Tahun.
Belum selesai penanganan pasca jebolnya tanggul Tuyak di Desa Seturan milik PT. KPUC, pihaknya pun kembali mendapatkan informasi jebolnya tanggul Tuyak Hutan yang berbeda milik perusahaan tersebut.
Bupati Wempi pun bersama jajaran Forkopimda Malinau dan OPD terkait segera menuju ke lokasi kejadian dan meninggalkan seluruh rangkaian kegiatan yang sudah diagendakan.
Bupati menegaskan agar pihak perusahaan melakukan penghentian sementara terhadap aktivitas pertambangan. Sampai proses penutupan tanggul Tuyak Hutan selesai ditangani dengan baik dengan mengerahkan semua Armada/Alat berat yang mereka miliki. (ag)