EDITORIAL
Penderitaan masyarakat Apau Kayan untuk mendapatkan berbagai kebutuhan hidup tak kunjung pulih. Hingga 5 kali, pasca Orde Lama, presiden berganti, masyarakat di sana masih harus bergumul dengan penderitaan. Yang akut adalah penderitaan untuk memperoleh berbagai kebutuhan pokok hidup warga. Akar permasalahannya adalah akses ke sana yang masih buruk. Akses udara yang tersedia tidak mampu sepenuhnya mengatasi persoalan tersebut.
Buruknya akses ke wilayah yang mencakup 5 kecamatan ini ( Sungai Boh, Kayan Hulu, Kayan Selatan, Kayan Hilir, Long Sule) tidak hanya membuat masyarakat di sana menderita. Pemerintah sendiri harus merasakan dampak buruk dari kondisi tersebut. Berbagai kegiatan pembangunan strategis di sana mengalami keterlambatan. Terkini misalanya pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Terpadi Long Nawang. Progres pembangunan PLBN terlambat akibat distribusi kebutuhan pembangunan terhambat akses.
Pada waktu tertentu, pengangkutan sembako untuk sekitar 15.000 warga di sana tertahan di satu tempat, Long Bagun (Kutai Barat, Kaltim). Begitu juga pengangkutan obat-obatan dan kebutuhan kesehatan, BBM dari Pertamina serta material pembangunan untuk sejumlah proyek. Terkancing di Long Bagun karena jalan perusahaan kayu Sumalindo yang selama ini menjadi jalan alternatif lalu lintas warga dan barang ke sana, terputus karena rusak, jembatan roboh, atau tertimbun longsor.
Kisah warga pengangkut sembako terjebak diperjalanan selama 1 atau 2 minggu, mobil pengangkut barang hanyut di sungai, dan berbagai petualangan tragis warga di jalan itu pun sudah tercatat menjadi sejarah pahit Apau Kayan.
Upaya mengakhiri atau setidaknya mengurangi penderitaan itu terus dilakukan pemerintah dengan membangun dan memperbaiki akses jalan. Pembangunan Jalan Paralel Perbatasan, mulai dari wilayah Kalbar, Kaltim hingga Kaltara tengah dilakukan pemerintah pusat. Dibutuhkan waktu beberapa tahun lagi agar Jalan Paralel ini terhubung tuntas. Antara Kaltim dan Kaltara masih tersisa ratusan KM jalur lintasan yang harus dibuka. Yaitu antara Long Pahangai Kutai Barat, Kaltim dan Sungai Boh, Malinau Kaltara.
Selain itu, masih ada pembangunan yang harus dituntaskan pada jalur yang berada di wilayah Kaltim, yakni jalur jalan antara Long Bagun dan Long Pahangai. Jalur jalan inilah yang kelak (setelah terbangun) akan menyambungkan akses Apau Kayan dengan daerah-daerah di Kaltim yang menjadi tempat distribusi barang dan kebutuhan pokok.
Akses kunci pembuka saat ini terletak pada jalan perusahaan (Sumalindo). Hanya, kondisi jalan tersebut sudah tak karuan. Sudah rusak parah sehingga sangat menyulitkan untuk dilalui. Kondisi demikian terjadi karena jalan tersebut tak terpelihara. Bisa jadi karena perusahaan yang sebelumnya intens merawat, sekarang tidak lagi mengingat kegiatan operasi mereka sudah tak membutuhkan akses jalan tersebut. Jika ini yang terjadi maka perlu ada solusi khusus.
Satu-satunya pihak yang dapat memberikan “solusi khusus” tersebut hanyalah pemerintah pusat. Yakni melalui kebijakan regulasi. Pemkab Malinau bersama Pemprov Kaltara dan parlemen tengah mendorong Pemerintah Pusat menerbitkan solusi khusus tersebut.
Level percepatan pembangunan Jalan Paralel Perbatasan perlu ditingkatkan. Kementerian PUPR Perkim perlu menaikan “tensi “ kerja 2 Balai, yaitu Balai Besar Pembangunan Jalan Nasional Kaltim dan Kaltara. Dalam hal ini support anggaran pada kedua Balai untuk pekerjaan itu perlu lebih maksimal. Pembangunan dilakukan secara simultan dari dua arah, Kaltim dan Kaltara. Tahin 2023 harus dapat dipastikan kedua Balai ini bersalaman di titik perbatasan wilayah kerja mereka. Memang berat tapi dengan solusi dan kebijakan khusus, yang berat itu terpecahkan.
Untuk jangka pendek, sementara pembangunan jalan utama berlangsung, jalan alternatif yang berada di kawasan Hak Guna Usaha (HGU) PT Sumalindo pun harus diperhatikan. Sebab jalan ini selain menjadi kunci kehidupan masyarakat Apau Kayan, juga menjadi jalan pendukung berbagai program pembangunan. Termasuk bisa jadi nantinya, mendukung pembangunan Jalan Paralel Perbatasan yang dilalukan Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional Kaltara.
Pada jalan tersebut memang serba salah. Dalam kondisi normal pemerintah tak mungkin membuat “nomenklatur” untuk jalan alternatif tersebut. Sebab jelas status jalan tersebut milik dan berada di wilayah HGU PT Sumalindo. Perusahaan juga, jika memang sudah tak bekerja di area yang terikat oleh jalan itu, tak bisa dipaksa untuk melakukan perawatan sebagaimana sebelumnya. Kecuali atas dasar kesadaran diri perusahaan. Akankah itu muncul dari perusahaan?
Akan tetapi, demi hajat hidup warga bangsa, demi kedaulatan masyarakat, demi kepentingan-kepentingan strategis nasional, serta demi bangsa dan negara, persoalan, hambatan, dan kendala tak mustahil untuk dapat diselesaikan. Presiden dibantu jajarannya bisa dengan cepat dan mudah menciptakan solusi.